Politik Etis – Politik seakan selalu menimbulkan gejolak di manapun dia berada. Hasilnya juga tidak selalu berpihak kepada masyarakat. Walaupun di satu sisi, gejolak politik pun tidak selalu merugikan pihak masyarakat.
Seperti saat gejolak politik yang terjadi di Belanda pada awal abad ke-20 yang akhirnya melahirkan sistem politik etis pada tahun 1901. Meskipun politik etis juga tidak dapat dikatakan seutuhnya menguntungkan pihak masyarakat pribumi pada saat itu.
Pengertian
Politik etis atau lebih dikenal dengan istilah politik balas budi merupakan suatu gagasan yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda memegang tanggung jawab moral untuk kesejahteraan pribumi.
Balas budi dipandang sebagai hal yang perlu ditunaikan karena sudah sekian tahun lamanya pemerintah Belanda mendapatkan keuntungan dari tanah Hindia Belanda sedangkan rakyat pribumi bisa dikatakan malah menderita kesengsaraan, salah satunya adalah karena adanya sistem tanam paksa.
Penderitaan memang banyak terjadi di Hindia Belanda kala itu. Sistem tanam paksa sudah merenggut banyak nyawa yang entah sudah berapa jumlahnya. Persoalannya adalah apa yang terjadi di Hindia Belanda harus tetap berada di Hindia Belanda. What happens in East Indies stays in East Indies. Sampai akhirnya berita penderitaan di Hindia Belanda itu mulai tersebar di Negeri Belanda. Kegemparan pun terjadi.
Baca Juga: Autobiografi: Ciri-ciri, Struktur & Contohnya
Latar Belakang
Politik etis ini tentu tidak muncul dengan begitu saja. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya sistem ini. Pertama, karena adanya sistem tanam paksa yang mewajibkan pribumi saat itu untuk menanam tanaman yang sesuai dengan permintaan kolonial. Sistem tersebut mengakibatkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat Indonesia saat itu.
Sistem itu adalah gagasan dari Van den Bosch sudah yang diangkat menjadi gubernur jendral yang baru di Hindia Belanda pada tahun 1830. Setelah Van den Bosch tiba di Jawa, ia langsung mengeluarkan program Cultuurstelsel atau tanam paksa.
Sayangnya, program Cultuurstelsel tidak dijalankan dengan seharusnya. Hal itu mengakibatkan rakyat pribumi mengalami kesulitan dalam hal memenuhi kebutuhan ekonominya, sehingga mengakibatkan penderitaan yang sangat berat untuk rakyat. Dalam pelaksanaannya , rakyat pun banyak kehilangan tanahnya sebab diambil paksa oleh para bangsawan lokal atau pemerintah Hindia Belanda.
Hal kedua yang mengakibatkan terjadinya politik etis adalah karena diterapkannya sistem ekonomi liberal pasca pelaksanaan Cultuurstelsel dihilangkan pada 1863. Penerapan sistem ini menjadikan modal-modal swasta masuk nusantara.
Ternyata, penggunaan sistem ekonomi liberal tidak membuat penderitaan rakyat pribumi saat itu membaik. Karena sistem itu hanya menguntungkan pihak pengusaha yang mempunyai modal dari pada pribumi yang bekerja.
Hal itu sama seperti hanya memindahkan penjajahan dari kolonial kepada swasta saja. Koeli Ordonantie yang digunakan tidak bisa melindungi rakyat dari pemerasan, namun hanya melegalkan perbudakan dengan adanya Ponale Sanctie.
Dan, hal ketiga yang juga mengakibatkan terjadinya politik etis adalah kritik pedas dari para intelektual Belanda. Dasar utama kritik tersebut karena sistem tanam paksa yang dilakukan Pemerintah Belanda. Dua tokoh yang telah disebutkan di atas, yaitu Broshooft dan van Deventer, adalah tokoh yang menolak keras pelaksanaan sistem tersebut.
Kedua tokoh tersebut menyarankan kepada Pemerintah Kolonial untuk melaksanakan politik etis atau politik balas budi. Van Deventer berpendapat jika Pemerintah Kolonial Belanda sudah banyak berutang budi kepada rakyat pribumi selama masa sistem tanam paksa.
Utang budi tersebut perli dibayar oleh Pemerintah Belanda dengan cara memperbaiki nasib rakyat pribumi, seperti memberikan pendidikan dan kemakmuran untuk kehidupan rakyat pribumi saat itu.
Trias Etika
Ide dari politik etis itu diwujudkan ke dalam tiga hal sebagai berikut:
Edukasi
Edukasi yang dimaksud di sini ialah adanya akses yang mudah kepada pendidikan oleh masyarakat nusantara kala itu. Dengan adanya akses pendidikan yang mudah, diharapkan nantinya akan lahir kesetaraan atau emansipasi.
Irigasi
Keberadaan pengairan yang baik sangatlah penting untuk pertanian serta perkebunan. Tanpa adanya irigasi yang memadai, perkebunan bisa terancam. Sebagai bentuk balas budi Kolonial, ide irigasi dibuat untuk membantu rakyat nusantara agar bisa mengurus perkebunannya dan dari situ kesejahteraannya bisa terangkat. Akan tetapi, pada praktiknya, pengairan yang akhirnya dibuat malah ditujukkan untuk perkebunan milik tuan Belanda.
Transmigrasi
Pada kala itu masa sekarang sebenarnya, pulau Jawa dianggap sudah terlalu padat penduduk sehingga muncullah ide untuk melakukan transmigrasi. Transmigrasi dibuat untuk memindahkan orang-orang yang berada di pulau Jawa ke daerah lain yang belum padat penduduk. Selain itu, transmigrasi ini juga dilakukan untuk membantu masyarakat yang sulit mendapatkan pekerjaan.
Dengan memindahkannya ke daerah yang tidak terlalu padat atau perkebunan di luar Jawa, diharapkan orang-orang itu bisa memperoleh pekerjaan yang lebih layak. Namun ide tersebut pada akhirnya hanya menjadi sebuah ide. Pada akhirnya, program transmigrasi yang dilakukan malah dimanfaatkan oleh para pemilik perkebunan untuk memiliki buruh dengan bayaran murah dari pulau Jawa.
Pada prinsipnya, ide-ide yang dikeluarkan oleh Van Deventer adalah baik. Masalahnya saat dipraktikkan ternyata malah bertentangan dengan ide awalnya. Sekolah-sekolah memang sudah dibangun setelah diberlakukannya politik etis. Namun sekolah-sekolah itu ternyata memiliki biaya yang tidak murah sehingga tidak bisa diakses oleh pribumi yang tidak mempunyai banyak uang. Program irigasi serta transmigrasi juga nyatanya malah semakin menguntungkan pihak pemilik perkebunan swasta.